Minggu, 6 Oktober 2024

Bangunan Bersejarah yang Terletak di Pusat Kota Medan

Pusat Kota Medan memiliki banyak objek wisata sejarah yang dapat dilintasi sekali jalan karena letak berdekatan. Tidak sampai sehari, para wisatawan dapat menikmati bangunan bersejarah peninggalan masa lalu yang menyimpan banyak kisah. Potensi inilah yang terus dikembangkan Pemko Medan dengan semangat kolaborasi yang digelorakan Wali Kota, Bobby Nasution.

Perjalanan wisata dapat dimulai dari Istana Maimun yang berada di Jalan Brigjen Katamso. Istana ini di bangun pada tahun 1888 oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun Al Rasyid memerintah dari tahun 1873-`1924.

Arsiteknya adalah T. H Van Erp yang bekerja sebagai tentara KNIL. Rancangannya melambangkan bangunan tradisional Melayu dan India Muslim, sedangkan gaya arsitekturnya perpaduan antara Indonesia, Persia dan Eropa.

Di Halaman Istana terdapat meriam puntung yang merupakan bagian dari legenda Istana Maimun. Di dalam Istana Maimun juga banyak barang-barang antik peninggalan Sultan, hadiah kerajaan hingga perhiasan mewah.

Tidak jauh dari Istana Maimun juga terdapat Masjid Raya Al Mashun yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja. Masjid ini juga menjadi saksi sejarah kebesaran Kesultanan Deli pada kepemimpinan Sultan ke-9, Sultan Ma’mun Al Rashid.

Masjid Raya Al Mashun dibangun sejak 1906 dengan bahan bangunan yang diimpor langsung dari negara penghasil terbaiknya, seperti marmer dari Italia dan Jerman, kaca patri dari Cina, dan lampu gantung dari Prancis. Campuran desain arsitektur Maroko, Eropa, Melayu dan Timur Tengah sukses menyulap Masjid Raya Al Mashun menjadi sangat menarik dan artistik.

Berseberangan dengan Masjid bersejarah ini terdapat Taman Sri Deli yang dibangun pada 1925. Taman ini dulu dinamakan Derikanpark, tempat bersantai keluarga Kesultanan Deli.

Masih di kawasan Sisingamangara, terdapat pula sebuah Menara Air Tirtanadi. Menara air yang merupakan peninggalan Belanda ini dibangun pada 1905. Pada waktu itu, menara air ini memberikan asupan air bagi kalangan menengah ke atas.

Kembali dari titik Istana Maimun, wisatawan dapat berjalan ke Lapangan Merdeka. Sepanjang jalan ini, dapat dilihat bangunan-bangunan sejarah yang bentuk aslinya relatif masih terjaga. Tiba di Jalan A Yani yang termasuk kawasan kota lama Kesawan ini, terdapat bangunan rumah Tjong A Fie.

Bangunan ini bergaya arsitektur Tiongkok kuno yang sangat fantastis dan di bangun pada tahun 1900. Tjong A Fie merupakan jutawan pertama di Sumatera yang ada terkenal sampai sekarang, walaupun dia sudah wafat pada tahun 1921.

Kesuksesannya berkat usaha dan hubungan baiknya dengan sultan Deli dan para pembesar perkebunan tembakau di Belanda. Di dalam rumah ini juga terdapat perabotan lama dan antik yang tertata rapi.

Di Jalan A Yani ini juga terdapat Restoran Tip Top. Di tempat ini, wisatawan dapat menikmati kuliner lezat sekali suasana 1930-an saat restoran ini didirikan. Waktu itu, Restoran Tip Top yang berarti Sempurna ini menjadi tempat bersantainya orang-orang Belanda.

Tidak jauh dari Restoran ini, terdapat gedung Lonsum. Gedung ini dibangun 1906. Arsitektur yang unik menjadikan gedung ini magnet bagi warga untuk berswafoto. Tidak jarang pula, gedung ini menjadi latar bagi foto prewedding.

Masih di kawasan Kesawan ini pula, terdapat gedung Warenhuis yang berada di Jalan Hindu. Ini merupakan supermarket pertama di Medan yang berdiri pada 1919. Selain sandang, makanan, supermarket ini juga menyediakan barang-barang elektronik.

Kembali ke Jalan A Yani, lalu lurus menuju Lapangan Merdeka, tepatnya di Jalan Balai Kota terdapat Gedung Balai Kota. Dulunya bangunan ini bernama Gemeentehuis, yakni kantor Walikota Medan pertama yaitu Baron Daniel Mackay pada masa pemerintahan Hindia- Belanda. Dibangun tahun 1908 oleh biro arsitek Hulswit.

Pada tahun 1913 direnovasi dan ditambahkan jam dinding besar pada bagian atas bangunan yang merupakan sumbangan dari Tjong A Fie. Jam dinding yang merupakan buatan Firma Van Bergen di Hialigerlee (Belanda) ini dulu mengeluarkan bunyi di setiap jamnya.

Tepat di sebelah gedung Balai Kota, terdapat bangunan Kantor Bank Indonesia (BI) Medan yang merupakan gedung peninggalan kolonialis Belanda pada masa penjajahan. Bangunan itu didirikan pada tahun 1906 dan pembangunannya ditangani oleh perusahaan arsitek asal Belanda, namun berkantor di Batavia.

Arsitek yang merancang bangunan BI adalah Hulswit, Fermost, dan Cuypers. Pembangunannya selesai dalam waktu satu tahun. Tepat di tahun 1907 bangunan yang digunakan sebagai pusat perbankan Belanda dengan nama De Javasche.

Di seberangnya terdapat pula bangunan Kantor Pos yang bersejarah dan indah. Kantor pos yang terletak berseberangan dengan Lapangan Merdeka ini mulai dibangun pada tahun 1909 dan selesai tahun 1911. Bangunan ini merupakan proyek utama dikerjakan oleh Snuyf, seorang arsitektur yang menjadi kepala pekerjaan umum Belanda untuk Indonesia.

Masih di kawasan Kesawan, tidak jauh dari Kantor Pos terdapat Monumen Kereta Api. Monumen yang berlokasi di Stasiun Kereta Api Medan Jalan Stasiun ini merupakan lokomotif pertama di Medan. Dibuat pada tahun 1914 dengan nama Deli Spoorweg Maatschappij atau disingkat (DSM) 38 Kota Medan.

Dulu, lokomotif ini digunakan untuk menarik gerbong barang bermuatan sawit atau karet dari daerah Tebing Tinggi atau Kisaran. Adanya kereta api telah mendorong pertumbuhan di sektor perkebunan dan pertumbuhan ekonomi di sektor lain.

Kemudian pada akhirnya membuat Deli (Medan) menjadi daerah yang maju dan berkembang pesat. Lokomotif ini juga telah dilengkapi dengan rem tangan dan rem vakum. Tangki air berada di samping boiler. Kabin cukup luas dan didesain untuk daerah tropis serta dilengkapi dengan atap ganda dan jendela berada di samping.

Setelah menikmati Monumen, wisatawan dapat berjalan terus ke depan melewati Stasiun Kereta Api, Titi Gantung, dan akan mendapatkan Pajak Ikan Lama.

Tempat ini merupakan bagian dari sejarah Kota Medan.Pajak Ikan Lama dibuka tahun 1890 oleh konglomerat Medan keturunan Tionghoa, Tjong A Fie, atas permintaan Pemerintah Belanda. Tempat itu mulanya, menjadi pusat perdagangan ikan, sayur-mayur, dan aneka daging.

Tapi seiring dengan perkembangan zaman, menyusul putusnya hubungan transportasi nelayan dari Belawan ke Medan karena Sungai Deli tak mungkin lagi dilayari, Pasar Ikan Lama akhirnya berubah fungsi menjadi pusat penjualan kain dan pakaian murah. (Ril/Red)