Hak berserikat dan hak berkumpul secara damai serta hak kebebasan bereskpresi merupakan salah satu ciri dari ruang sipil yang berkualitas. Hak-hak ini di negara Indonesia tidak bisa serta merta dilakukan karena hak-hak ini masih melekat erat dengan tanggung jawab pribadi, norma-norma budaya dan agama.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kominfo Kota Medan Arrahman Pane saat mewakili Wali Kota Medan Bobby Nasution dalam acara diseminasi dan diskusi publik standar norma dan peraturan Nomor 5 tahun 2021 tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kebebasan pers yang digelar di Hotel Grand Aston Medan, (21/6/2022).
Dalam acara tersebut, Arrahman Pane mengatakan UUD 1945 dan Pancasila menjadi dasar bagi setiap masyarakat untuk bisa melaksanakan setiap hak yang dimiliki tanpa melanggar hak orang lain dalam pelaksanaanya. Salah satu yang kerap menyuarakan hak tersebut ialah lembaga pers. Dimana pers memiliki peran aktif dalam pembangunan kualitas demokrasi suatu negara.
“Sentimen positif ataupun negatif yang dibangun para jurnalis dapat mempengaruhi persepsi publik disuatu negara, karena setiap informasi publik yang di sampaikan dapat kita akses tanpa dibatasi apapun selama itu bukan informasi rahasia negara”, kata Arrahman Pane.
“Apalagi negara telah mengatur Undang-Undang tentang keterbukaan informasi publik melalui UU No 14 tahun 2008. Melalui Undang-Undang ini masyarakat dapat mengakses berbagai informasi publik.”lanjutnya.
Selain itu lanjut Arrahman Pane lagi, tantangan demokrasi di era keterbukaan informasi saat ini salah satunya ialah bagaimana bisa membangun dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga pers. Keberpihakan lembaga pers pada pihak tertentu yang memiliki agenda tertentu telah membuat sebagian publik kehilangan rasa percaya akan karya jurnalistik.
Akibat ketidak percayaan tersebut orang mencari berbagai sumber informasi lain melalui internet, akibatnya banyak yang mencari kesumber yang salah sehingga saat ini dapat dilihat banyak berita hoax yang menyebar begitu masif.
Disisi lain, Freedom of speech dan freedom of expression bukanlah norma yang bisa dianut secara utuh. Negara yang menerapkan freedom of speech dan freedom of expression nyatanya juga menerapkan sistem ganda dalam pelaksanaanya.
“Negara kita meyakini kebebasan bicara dan kebebasan berekspresi harus tetap dibarengi dengan penuh tanggung jawab dan tetap menjaga norma adat serta norma budaya bangsa Indonesia. Dengan kata lain kebebasan yang diyakini adalah kebebasan yang bertanggung jawab, Kebebasan ini jugalah yang harus dimiliki oleh lembaga pers kita, oleh sebab itu kita memiliki tugas bagaimana lembaga pers kita tetap dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi publik”, ujar Arrahman Pane.
Karena itu Arrahman Pane mengajak seluruh perserta diskusi yang hadir agar bersama-sama menjaga pers sehingga bisa menjalankan fungsinya sebagai pemantau kekuasaan dan sebagai penyampai suara publik.
“Apabila pers kita sehat maka seluruh proses pembangunan akan bisa berjalan dengan lancar. Karena masyarakat bisa turut memantau jalannya roda pemerintahan”, pungkasnya.
Dalam diskusi publik ini juga turut menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Komisioner Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan Christison Sondang Pane, Dosen Universitas HKBP Nommensen Medan Dimpos Manalu dan perwakilan dari Poldasu Kompol Herwansyah Putra. (Lei Tara)